Hasanuddin Rahman Daeng Naja selaku anggota Badan Wakaf Indonesia Pusat (BWI Pusat) mengajukan uji Pasal 56 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang
Hasanuddin Rahman Daeng Naja selaku anggota Badan Wakaf Indonesia Pusat (BWI Pusat) mengajukan uji Pasal 56 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf (UU Wakaf) ke Mahkamah Konstitusi. Sidang perdana dari Perkara Nomor 72/PUU-XXI/2023 ini dilaksanakan oleh Majelis Sidang Panel yakni Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, Suhartoyo, dan Enny Nurbaningsih pada Selasa (25/7/2023). Hasanuddin yang hadir secara langsung menyebutkan uji materi dilakukan sebagai perjuangan untuk penyetaraan kedudukan Badan Wakaf Indonesia dengan lembaga negara independen nonkementerian, utamanya dalam struktur negara berdasarkan prinsip keadilan dan kesetaraan sebagaimana dalam Pasal 27 dan Pasal 28 UUD 1945.
Pemohon menyebutkan Pasal 56 UU Wakaf menyatakan, “Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diangkat untuk masa jabatan selama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat untuk 1 (satu) kali masa jabatan” dinilai bertentangan dengan ketentuan Pasal 7 UUD 1945 yang memberikan batas waktu urusan pemerintahan selama lima tahun untuk satu jabatan.
“Terdapat ketidakadilan dan ketidaksetaraan serta diskriminasi atas masa jabatan 3 tahun bagi anggota BWI, sementara bagi lembaga negara independen nonkementerian lainnya yang memiliki masa jabatan 5 tahun, seperti Badan Amil Zakat Nasional, Badan Pengelola Keuangan Haji, dan 12 lembaga negara independen nonkementerian lainnya termasuk KPK yang baru saja masa jabatannya berubah dari 4 tahun menjadi 5 tahun berdasarkan Putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022,” sebut Daeng.
Argumentasi Masa Jabatan
Hakim Konstitusi Suhartoyo dalam nasihat atas permohonan ini menyebutkan permohonan yang sederhana ini diharapkan dapat menyertakan uraian yang dapat memperkuat kewenangan MK, legal standing, posita, dan petitum. Pasal ini jika dimintakan sebagaimana petitum tidak terlihat agar dimaknai masa lima tahun seperti yang diharapkan Pemohon. Kemudian Suhartoyo membahas mengenai perlu bagi Pemohon untuk membuat dasar hukum kewenangan MK untuk menyelesaikan perkara ini, anggapan kerugian konstitusional yang dikaitkan dengan pasal-pasal yang dijadikan dasar pengujian dan diformulakan dengan jabatan dari Pemohon di BWI yang berhubungan dengan praktik lembaga negara nonkementerian yang diperlakukan tidak sama terkait dengan masa jabatan sebagaimana dimiliki oleh negara-negara lainnya.
“Hal ini perlu untuk penguatan legal standing dan dalam posita juga perlu ditambahkan sedikit lagi dengan mengutip putusan-putusan MK yang terkait dengan perlakukan kesetaraan masa jabatan itu. Dan komparasi serta argumen berkaitan dengan masa jabatan menjadi kewenangan MK, mohon dijelaskan esensi dari penyetaraan yang meski open legal policy tetapi MK dapat mempertimbangkannya menjadi berwenang dalam perkara ini,” sampai Suhartoyo.
Enny Nurbaningsih dalam nasihatnya menyebutkan agar Pemohon menyertakan uraian dari syarat-syarat hak konstitusional warga negara yang menunjukkkan persoalan anggapan kerugian Pemohon. Selain itu Enny juga menjabarkan alasan permohonan yang tertulis dengan dasar pengujian diharapkan dibuatkan pertalian dan kejelasannya dengan kerugian konstitusional yang benar-benar dialami. “Pada alasan permohonan juga disebutkan pasal 7UUD 1945, jadi ini apa korelasinya mengaitkan dengan norma yang diujikan ini. Mencantunkan pasal-pasal yang ada pada konstitusi harus ada keterkaitannya dengan jelas,” sebut Enny.
Sebelum menutup persidangan Hakim Konstitusi Wahiduddin menyebutkan Pemohon dapat memperbaiki permohonan selama 14 hari ke depan. Untuk itu naskah perbaikan dapat diserahkan selambat-lambatnya Senin, 7 Agustus 2023 pukul 10.00 WIB ke Kepaniteraan MK.
COMMENTS