Jakarta - Banyak yang masih memahami bahwa dengan adanya Undang-undang Wakaf No. 41 Tahun 2004 kewenangan nazhir, khsususnya nazhir wakaf uang, menjad
Jakarta – Banyak yang masih memahami bahwa dengan adanya Undang-undang Wakaf No. 41 Tahun 2004 kewenangan nazhir, khsususnya nazhir wakaf uang, menjadi teramputasi, terutama dalam pengelolaan wakaf uang. Sebab, Wakaf uang dipahami harus dikelola oleh Bank Syariah. “Pemahaman ini adalah salah. Bank Syariah hanya penerima wakaf uang dan mitra nazhir dalam pengelolaan,” tegas Ketua Divisi Litbang BWI Prof. Dr. Uswatun Hasanah.
Pemahaman masyarakat ini harus diluruskan agar tidak terjadi salah paham. Jadi, pengelolaan wakaf uang di Indonesia berbeda dengan negara-negara lain, sebut saja Banglades. Di Bangladesh, Bank Syariah dapat berperan sebagai pengelola alias nazhir wakaf uang. Hal ini tidak diperbolehkan di Indonesia, sebab berdasarkan ketentuan yang ada dalam UU wakaf tahun 2004 itu, bahwa Bank Syariah hanya dapat menerima wakaf uang.
Karena itu ada istilah khusus untuk menyebut pihak penerima wakaf uang, yaitu LKS-PWU, yang merupakan singkatan dari Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang. Apa hanya menerima? Tentu saja tidak, Bank Syariah secara langsung memang tidak mengelola, tapi ia bermitra dengan nazhir dalam pengelolaan aset wakaf uang.
Uswatun memaparkan, “Salah satu caranya yaitu dengan menginvestasikan wakaf uang tersebut dalam produk-produk perbankan syariah. Selain itu, tentu masih banyak pola-pola kemitraan yang dapat dijalin antara nazhir dengan Bank Syariah dalam rangka pengelolaan wakaf uang. (aum)
COMMENTS