Memperkuat Transformasi Digital Wakaf

Memperkuat Transformasi Digital Wakaf

Pada tanggal 1 Juli 2021 lalu Badan Wakaf Indonesia (BWI) meluncurkan e-services untuk para nazhir di Indonesia dalam bentuk layanan elektronik untuk

Ekspor dan Ekonomi Islam
Mengenal Wakaf Asuransi Syariah
Khutbah Jumat: Wakaf dan Pembangunan Nasional

Pada tanggal 1 Juli 2021 lalu Badan Wakaf Indonesia (BWI) meluncurkan e-services untuk para nazhir di Indonesia dalam bentuk layanan elektronik untuk pendaftaran nazhir. Layanan ini diluncurkan sebagai bagian dari fase kedua dari tahapan proses transformasi digital yang dilakukan oleh BWI untuk memperkuat ekosistim pembangunan wakaf nasional. Pada peluncuran e-services tersebut, Ketua BWI Prof Mohamad Nuh menegaskan komitmen BWI untuk mendorong penguatan transformasi digital sebagai bagian penting dari upaya optimalisasi potensi wakaf, sekaligus meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mau berwakaf. Selain itu, dengan komposisi penduduk Indonesia yang 52 persennya adalah generasi milenial dan generasi Z, maka pilihan digitalisasi merupakan langkah strategis yang harus diambil oleh BWI.

Secara umum, ada tiga tahapan proses transformasi digital yang dilakukan BWI. Pertama, penguatan digitalisasi internal BWI. Hal ini ditandai dengan tiga indikator utama, yaitu peluncuran platform berkahwakaf.id, platform media sosial sahabatbwi.com dan layanan ¬e-services untuk pendaftaran nazhir. Untuk dua platform awal, telah diluncurkan pada 10 April 2021 lalu, tiga hari menjelang puasa Ramadan 1442 H. Tujuannya adalah untuk semakin memudahkan masyarakat dalam berwakaf, khususnya wakaf uang dan wakaf melalui uang, mendorong penguatan kampanye dan edukasi wakaf masyarakat, serta untuk meningkatkan layanan bagi para nazhir sehingga proses pendaftaran nazhir dapat dilaksanakan dengan lebih cepat, efisien, namun tetap selaras dengan ketentuan yang berlaku.

Adapun pada tahap kedua, yang dilakukan adalah memperkuat digitalisasi nazhir dan integrasi data wakaf. Dalam digitalisasi nazhir ini, yang menjadi forkus utamanya adalah memperkuat saluran digital fundraising wakaf uang dan wakaf melalui uang, serta mengembangkan sistim pelaporan yang kredibel dan reliable (dapat dipercaya). Terkait dengan saluran pengumpulan digital, akan didorong proses integrasi dengan nazhir lain. Apabila nazhir tersebut telah memiliki platform pengumpulan digital sendiri, maka akan didorong agar platform tersebut bisa terkoneksi dengan platform berkahwakaf yang telah dikembangkan BWI. Sebaliknya, apabila nazhir tersebut belum memiliki platform sendiri, maka dapat memanfaatkan pula platform berkahwakaf yang ada. Terkait dengan hal ini, BWI perlu menyusun aturan dan mekanismenya sehingga integrasi data penghimpunan wakaf uang dan wakaf melalui uang bisa dilakukan dengan baik.

Selanjutnya, aspek pelaporan adalah hal yang sangat krusial. Laporan yang kredibel akan memengaruhi kualitas database perwakafan yang ada. Harus diakui bahwa salah kelemahan fundamental dalam sistim perwakafan hari ini sangat terkait dengan ketersediaan data yang handal. Untuk itu, laporan yang disampaikan oleh para nazhir harus dapat dipastikan valid, terukur, tepat waktu dan terverifikasi dengan baik. Dengan digitalisasi yang dikembangkan BWI, diharapkan kecepatan, ketepatan, dan kehandalan laporan para nazhir dapat ditingkatkan dari waktu ke waktu. Disinilah kualitas layanan e-reporting untuk nazhir, yang akan dikembangkan BWI, memegang peranan yang sangat penting.

Selain itu, integrasi data wakaf juga perlu dilakukan dengan sistim pendataan yang telah lebih dulu ada, khususnya Sistim Informasi Wakaf (Siwak) yang dikembangkan Kementerian Agama, maupun sistim yang ada di BPN (Badan Pertanahan Nasional). Anggota BWI Arief Rohman menyatakan bahwa integrasi data Siwak Kemenag dan sistim di BPN sangat penting, agar efisiensi dan efektivitas proses sertifikasi wakaf tanah dapat ditingkatkan. Demikian pula halnya dengan integrasi data wakaf uang yang terkumpul di LKSPWU yang dapat menghasilkan informasi yang bersifat real time dan valid. Dengan adanya integrasi ini, maka sejumlah risiko yang mungkin timbul dari kelemahan data yang ada, seperti risiko hukum dan risiko reputasi, dapat diminimalisir dengan baik.

Sementara pada tahap ketiga, yang akan dilakukan adalah mengakselerasi penguatan ekosistim digital dan pengembangan inovasi model pengelolaan wakaf secara digital. Pada tahap ini, seluruh pemangku kepentingan strategis (strategic stakeholders) perwakafan telah terkoneksi dengan baik. Inovasi model pengelolaan wakaf dapat terus dikembangkan, seperti diterbitkannya DES (Daftar Efek Syariah) khusus saham-saham syariah yang diwakafkan. Saat ini belum memungkinkan, tapi ke depan, siapa tau DES Wakaf ini bisa dikembangkan. Ini terjadi ketika kesadaran para investor untuk mewakafkan saham yang dimilikinya semakin besar.

Dengan demikian, melalui tiga tahapan di atas, diharapkan ekosistim digital wakaf akan semakin membesar dan menguat, yang nantinya akan memberikan dampak multiplier terhadap perekonomian. Kepercayaan publik diyakini akan semakin meningkat karena digitalisasi yang tepat akan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas sistim wakaf. Untuk itu, pemanfaatan teknologi blockchain dalam proses transformasi digital ini menjadi sangat penting dan strategis. Kepercayaan inilah yang akan membuat realisasi penerimaan wakaf nasional akan semakin meningkat.

Yang juga tidak boleh diabaikan, program pengelolaan aset wakaf beserta penyaluran manfaat kepada para mauquf ‘alaih harus terus diperbaiki dan ditingkatkan kualitasnya. Tujuannya agar publik semakin teryakinkan dan memiliki referensi yang kuat akan program-program yang dilakukan oleh para nazhir. Ketika publik melihat bahwa setiap rupiah yang diwakafkannya memberikan manfaat yang besar, baik dalam hal penurunan kemiskinan maupun peningkatan kesejahteraan masyarakat, maka mereka akan semakin termotivasi dan tergerak untuk berwakaf dan menjadikannya sebagai bagian dari gaya hidup (lifestyle). Karena itulah, desain program wakaf, baik yang menggunakan pendekatan sosial maupun pendekatan komersial (wakaf produktif) perlu untuk dikembangkan secara inovatif, dengan tetap menjaga relevansinya dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat. Wallaahu a’lam.

*Artikel ini telah dimuat di Republika 22 Juli 2021

 

Oleh: Dr. Irfan Syauqi Beik
Pengamat Ekonomi Syariah FEM IPB dan Anggota BWI

COMMENTS

WORDPRESS: 0
DISQUS: