Jakarta (12/8/08) | Sejak tahun 2007, Indonesia telah memiliki kelembagaan wakaf yang independen, yaitu Badan Wakaf Indonesia (BWI). Berdirinya didasarkan pada Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia No. 75/M tahun 2007. Sebagai lembaga baru, dalam pandangan Ketua Dewan Pertimbangan BWI, KH. Anwar Ibrahim, BWI ini masih perlu kerja sosialisasi. “Secara kelembagaan, BWI masih baru. Masih banyak yang perlu disosialisasikan ke masyarakat, baik itu lembaga BWI itu sendiri ataupun produk yang dikembangkan oleh BWI, seperti program wakaf uang,” ungkap sosok yang kini juga menjabat sebagai Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Mengenai wakaf uang, sambung Kyai Anwar, panduannya sudah ada. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 2002 telah mengeluarkan fatwa tentang wakaf tunai. Dengan adanya fatwa MUI ini, diharapkan BWI dapat mengembangkan program wakaf tunai ke umat Islam Indonesia.
Masalahnya, masyarakat belum banyak mengenal apa itu wakaf tunai. Pemahaman kebanyakan masyarakat tentang wakaf baru sebatas wakaf tanah untuk masjid, madrasah ataupun kuburan. Wakaf tunai yang identik dengan wakaf uang ini belum memasyarakat. Prakteknya, masyarakat dapat mewakafkan uang ke BWI melalui lembaga keuangan syariah yang sudah ditetapkan.
Bagi Kyai Anwar, tantangan ke depan BWI, selain perlu adanya sosialisasi wakaf perlu juga peningkatan manajemen wakafnya. “Umat Islam kita itu, mengenal wakaf baru tataran hukumnya. Sedangkan pemahaman tentang manajemen wakaf belum banyak diketahuinya,” tambah Kyai yang juga dosen di Pasca Sarjana Institut Ilmu al-Qur’an (IIQ) Jakarta.
Selain itu, tambah Kyai Anwar, kita harus belajar ke negara muslim lainnya yang sudah berpengalaman dalam mengelola wakaf ini. [pkes]