Kemanfaatan Sukuk Wakaf Ritel Bagi Masyarakat

Kemanfaatan Sukuk Wakaf  Ritel Bagi  Masyarakat

Ketua Pelaksana Badan Wakaf Indonesia, Prof. Mohammad Nuh menyatakan sukuk menjadi instrumen baru yang kerap dipilih badan pengelola wakaf. Sebab, in

Siap Jadi Percontohan Nasional, BWI SUMUT Akan Geber Penyelesaian Sengketa Wakaf
BWI Ungkap Strategi Sukseskan GNWU
Wakaf Lahirkan Banyak Perguruan Tinggi Islam Ternama

Ketua Pelaksana Badan Wakaf Indonesia, Prof. Mohammad Nuh menyatakan sukuk menjadi instrumen baru yang kerap dipilih badan pengelola wakaf. Sebab, instrumen itu dijamin negara, sehingga tidak akan terjadi gagal bayar.

Selain itu, masyarakat juga secara tidak langsung bisa membantu negara dalam mendorong perekonomian di tengah pandemi covid-19. Maklum, pemerintah butuh uang banyak untuk mengatasi virus corona di Indonesia.

Nuh bilang uang pokok dari harta wakaf itu tidak boleh habis atau dibagikan. Tapi, keuntungan dari tabungan, deposito, dan sukuk yang dibagikan kepada orang-orang yang berhak menerima wakaf.

“Kalau sukuk yang beli asing, maka bunganya yang dapat asing. Oleh karena itu, kalau dana wakaf bisa dibelikan sukuk, maka bunganya untuk orang Indonesia. Apalagi wakaf, keuntungannya tidak dinikmati orang per orang, tapi untuk kegiatan sosial, untuk kesejahteraan rakyat,” papar Nuh.

Di sisi lain, masyarakat secara mandiri juga bisa membeli sukuk secara langsung. Kebetulan, pemerintah baru saja menerbitkan sukuk wakaf atau Cash Wakaf Linked Sukuk (CWLS) ritel seri SWR 001.

Sukuk ini bisa dibeli secara individu dan institusi. Masa penawaran dimulai 9 Oktober 2020 hingga 12 November 2020.

Melalui SWR001, pemerintah memfasilitasi masyarakat yang ingin berwakaf dengan uang tunai. Masyarakat bisa memilih apakah ingin wakaf tunai secara temporer atau permanen.

Permanen artinya seluruh dana modal investasi hingga hasil investasi diniatkan untuk wakaf. Sebaliknya, temporer adalah wakaf untuk sementara waktu dan hanya hasil investasi yang dibagikan kepada penerima.

Sebagai gambaran, jika masyarakat berwakaf secara permanen, artinya dana pokok wakaf dan hasil dari pengelolaan wakaf akan diberikan seluruhnya untuk penerima wakaf. Sementara, bila memilih wakaf temporer, dana dari modal investasi itu akan kembali ke masyarakat saat jatuh tempo.

“Jadi yang diwakafkan hanya imbal hasilnya saja, dana modal beli sukuk akan kembali ke pemilik,” imbuh Nuh.

Pemerintah mematok minimal wakaf uang lewat sukuk SWR001 ini sebesar Rp1 juta, tanpa ada maksimum nominal pemesanan. SWR001 ini memiliki tenor dua tahun dan tingkat imbalan 5,5 persen per tahun.

Nuh menuturkan pemerintah biasanya akan menggunakan dana dari penerbitan sukuk wakaf untuk kegiatan sosial yang berdampak pada sosial dan ekonomi domestik. Artinya, dana itu tak hanya dinikmati satu atau dua orang, tapi berjuta-juta rakyat Indonesia.

“Ini yang mendorong perekonomian untuk tumbuh,” kata Nuh.

Apalagi di masa pandemi covid-19. Sudah diketahui bersama bahwa keuangan negara tertekan karena penerimaan pajak anjlok, sedangkan pemerintah butuh dana jumbo untuk menangani dampak pandemi di Indonesia.

Sementara itu, masyarakat juga punya opsi lain dalam berinvestasi sekaligus berwakaf. Salah satunya saham, baik dengan skema temporer maupun permanen.

Jika permanen, dana modal membeli saham dan keuntungan saham diniatkan untuk wakaf. Di sisi lain, jika memilih temporer, dana modal untuk membeli saham bisa kembali ke pemilik sesuai waktu yang diniatkan untuk wakaf dan hanya imbal hasilnya saja yang diwakafkan.

Misalnya, masyarakat ikrar untuk berwakaf temporer untuk 2 tahun. Artinya selama 2 tahun itu dana akan terus berada di rekening saham dan keuntungannya diberikan ke penerima wakaf. Setelah 2 tahun, pemilik bisa menarik lagi dananya dari rekening saham.

“Intinya, temporer adalah dana yang bisa diwakafkan hanya hasilnya, kalau permanen sama modal atau induknya,” tutur Nuh.

COMMENTS

WORDPRESS: 0
DISQUS: